TOUR

TOUR
konawe utara

Senin, 12 April 2021

MAKALAH POLITIK AGRARIA (Politik Hukum Agraria Indonesia Mengenai Hak Ulayat Adat)

 

MAKALAH POLITIK AGRARIA
 (Politik Hukum Agraria Indonesia Mengenai Hak Ulayat Adat)

PENULIS:

Ingka Lestari  IP017


 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Pada tanggal 24 September 1960, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang PeraturanDasar Pokok-Pokok Hukum Agraria diundangkan. Adapun Undang-Undang Nomor 5 Tahun1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Hukum Agraria tersebut lazim disebut denganUUPA. Untuk memperingati tanggal pengundangan UUPA tersebut, maka berdasarkanKeputusan Presiden Tanggal 26 Agustus 1963 Nomor 169/1963, tanggal 24 Septemberditetapkan sebagai Hari Tani Nasional.

Dengan lahirnya UUPA,maka secara total hukum Agraria Kolonial dihapuskan.Denganhapusnya hukum Agraria Kolonial, maka erupakan sejarah baru dan suasana baru bagirakyat Indonesia untuk dapat menikmati sepenuhnya umi, Air, ruang angkasa dan kekayaan alamIndonesia ini, terutama kaum tani yang selama ini menompang di atas tanahnya sendiri.Perombakan hukum agraria kolonial itu dimaksudkan untuk merobah hukum kolonial kepadahukum nasional sesuai dengan cita-cita nasional, khususnya para petani. Selain itu untukmenghilangkan dualisme hukum yang berlaku serta memberikan kepastian hukum atas hak-hakseseorang atas tanah.

Pun demikian, dengan diundangkannya UUPA, maka politik hukum agraria yang berlaku selamamasa penjajahan dinyatakan tidak berlaku lagi dan digantikan dengan politik hukum agrarianasional. Adapun politik hukum agraria nasional itu sendiri adalah kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan soal-soal agrarian sebagaimana terdapat di dalam UUPA. Salah satu dari politik agraria nasional, sebagaimana diatur dalam dalam Pasal 3 dan Pasal 18 UUPA, yang padaintinya mengutamakan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsadaripada kepentingan perseorangan dan/atau golongan.

Di dalam Hukum Adat, tanah ini merupakan masalah yang sangat penting. Hubungan antaramanusia dengan tanah sangat erat, seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa tanah sebagaitempat manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya.Tanah sebagai tempat mereka berdiam, tanah yang memberi makan mereka, tanah dimanamereka dimakamkan dan menjadi tempat kediaman orang- orang halus pelindungnya besertaarwah leluhurnya, tanah dimana meresap daya - daya hidup, termasuk juga hidupnya umat dankarenanya tergantung dari padanya.

Tanah adat merupakan milik dari masyarakat hukum adat yang telah dikuasai sejak dulu. Kita juga bahwa telah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa pendukungnegara yang bersangkutan, lebih-lebih yang corak agrarisnya berdominasi. Di negara yangrakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah untuk sebesar –  besar kemakmuran rakyat merupakan suatu conditio sine qua non.

Untuk mencapat tujuan itu, diperlukan campur tangan penguasa yang berkompeten dalam urusantanah, khususnya mengenai lahirnya, berpindah dan berakhirnya hak milik atas tanah. Dilingkungan hukum adat, campur tangan itu dilakukan oleh kepala berbagai persekutu hukum,seperti kepala atau pengurus desa. Jadi, jika timbul permasalahan yang berkaitan dengan tanahadat ini, maka pengurus - pengurus yang telah ada itulah yang akan menyelesaikannya.

Dalam hukum tanah adat ini terdapat kaedah –  kaedah hukum. Keseluruhan kaedah hukum yangtimbuh dan berkembang didalam pergaulan hidup antar sesama manusia adalah sangat berhubungan erat tentang pemamfaatan antar sesama manusia adalah sangat berhubung erat.

tentang pemamfaatan sekaligus menghindarkan perselisihan dan pemamfaatan tanah sebaik- baiknya. Hal inilah yang diatur di dalam hukum tanah adat. Dari ketentuan-ketentuan hukumtanah ini akan timbul hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan hak-hak yang ada di atastanah.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengaturan UUPA mengenai mengenai keberadaan hak ulayat masyarakat adat?

2. Bagaimana teori-teori konflik pembatasan pelaksanaan hak ulayat yang diberikan oleh UUPA?

,3. Teori penyelesaian konsensus

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

1.1.Kedudukan dan Peran Hak Ulayat dalam UUPA

Dalam banyak peraturan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia saat ini, hukum adatatau adat istiadat yang memiliki sanksi, mulai mendapat tempat yang sepatutnya sebagai suatu produk hukum yang nyata dalam masyarakat. Dalam banyak kasus, hukum adat sedemikiandapat memberikan kontribusi sampai taraf tertentu untuk menjamin kepastian hukum dankeadilan bagi masyarakat. Hukum saat ini malahan dijadikan dasar pengambilan keputusan olehhakim, sehingga dapat terlihat bahwa hukum adat itu efisien, efektif, aplikatif dan come intoforce ketika dihadapkan dengan masyarakat modern dewasa ini.

Namun, kenyataan ini tidak dengan sendirinya membuat hukum adat bebas dari permasalahandalam penerapan, khususnya apabila kita melihat dalam bidang hukum tanah adat.Perihal UUPA 1960, hukum adat dijadikan landasannya, sedangkan hak ulayat merupakan salahsatu dari lembaga-lembaga hukum adat. Pasal 3 UUPA menyatakan bahwa:

Dengan mengingat ketentuan Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itudari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harussedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkanatas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang atau peraturan- peraturan lain yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, kedudukan dan peran hukum tanah adat mulai memiliki porsi yang cukup besar.Keberadaan hukum tanah adat mendapat pengakuan di dalam UUPA. Kelihatan di sini bahwa peran pemerintah atau penguasa sangat menentukan untuk menciptakan suasana yang kondusifdalam bidang pertanahan, khususnya hukum tanah adat. Hanya saja patut diberi perhatian bahwakarena bertitik tolak dari peran Pemerintah tersebut, maka sering kali kebijakan-kebijakan bidang pertanahan atau agraria memilki tendensi politik dari pada dari hukumnya.

Oleh karena itu, prinsip mendahulukan kepentingan nasional dan Negara dapat diartikan bahwasegala kebijaksanaan bidang pertanahan tidak boleh dibiarkan merugikan kepentinganmasyarakat. Tanah tidak diperkenankan semata-mata untuk kepentingan pribadi atau kelompok,kegunaannya harus disesuaikan dengan keadaanya dan sifat dari haknya sehingga bermanfaat, baik untuk kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyai, serta baik dan bermanfaat untukmasyarakat dan kepentingan negara.

Adapun untuk hak ulayat yang pada kenyataannya sudah tidak ada lagi, tidak akan dihidupkankembali. Pun demikian juga tidak akan diciptakan hak ulayat yang baru. Dan dalam rangkamenegakkan hukum agraria nasional, maka tugas dan wewenang yang merupakan unsur hakulayat, dipegang oleh Negara Republik Indonesia.

1.2 teori-teori penyebab konflik Pembatasan UUPA terhadap Pelaksanaan Hak Ulayat

Seperti yang telah dijelaskan dalam konsepsi UUPA, menurut konsepsi UUPA maka tanah,sebagaimana halnya juga dengan bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yangterkandung didalamnya yang ada di wilayah Republik Indonesia, adalah karunia Tuhan YangMaha Esa pada Bangsa Indonesia yang merupakan kekayaan nasional. Hubungan antara BangsaIndonesia dengan tanahnya dimaksud adalah suatu hubungan yang bersifat abadi.

Dalam Pasal 5 UUPA menyebutkan bahwa : Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air danruang angkasa ialah Hukum Adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Nasionaldan Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dengan peraturan perundangan-undangan lainya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.

Adanya ketentuan yang demikian ini menimbulkan dua akibat terhadap hukum adat tentangtanah yang berlaku dalam masyarakat Indonesia, dimana di satu pihak ketentuan tersebutmemperluas berlakunya hukum adat tidak hanya terhadap golongan Eropa dan Timur Asing.Hukum Adat di sini tidak hanya berlaku untuk tanah-tanah Indonesia saja akan tetapi juga berlaku untuk tanah-tanah yang dahulunya termasuk dalam golongan tanah Barat.

Setelah berlakunya ketentuan tersebut di atas, maka kewenangan berupa penguasaan tanah-tanaholeh persekutuan hukum mendapat pembatasan sedemikian rupa dari kewenangan pada masa-masa sebelumnya karena sejak saat itu segala kewenangan mengenai persoalan tanah terpusat pada kekuasaan negara, kalau demikian bagaimana kewenangan masyarakat hukum adat atastanah yang disebut hak ulayat tersebut, apakah juga masih diakui berlakunya atau mengalami perubahan sebagaimana halnya dengan ketentuan-ketentuan hukum adat tentang tanah.

Adapun mengenai hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa ketentuan dari UUPA, antara lain :

a. Pasal 2 ayat (4), yang berbunyi: Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannyadapat dikuasakan kepada daerah-daerah swantanra dan masyarakat-masyarakat hukum adat,sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional, menurut PeraturanPemerintah.

b. Pasal 3, yang berbunyi: Dengan mengugat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat sepanjang menurutkenyataan masih ada harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan Nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi.

c. Pasal 22 ayat (1), yang berbunyi: Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan peraturan Pemerintah.

Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa setelah berlakunya UUPA ini, tanah adat diIndonesia mengalami perubahan. Maksudnya segala yang bersangkutan dengan tanah adat,misalnya hak ulayat, tentang jual beli tanah dan sebagainya mengalami perubahan.

Jika dulu sebelum berlakunya UUPA, hak ulayat masih milik persekutuan hukum adat setempatyang sudah dikuasai sejak lama dari nenek moyang mereka dahulu. Namun setelah berlakunyaUUPA, hak ulayat masih diakui, karena hal ini dapat dilihat dari pasal 3 UUPA, hak ulayat danhak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat masih diakui sepanjang dalam kenyataan dimasyarakat masih ada.

Andaikata karena terjadinya proses individualisasi, seringkali hak ulayat ini mulaimendesak, yang memberikan pengakuan secara khusus terhadap hak –  hak perorangan. Dengantumbuh dan kuatnya hak –  hak yang bersifat perorangan dalam masyarakat hukum adatmengakibatkan menipisnya hak ulayat. Hak ulayat ini diakui oleh Pemerintah sepanjang

kenyataanya masih ada. Kalau sudah ada tidaklah perlu untuk membuat adanya hak ulayat baru.Hak ulayat yang diakui dalam pasal tersebut bukanlah hak ulayat seperti dengan masasebelumnya dengan kepentingan Nasional dan negara perbatasan dengan bahwa hak ulayat yangdimaksud tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan Peraturan-peraturan lainya.Selain itu, ada juga perubahan yang terjadi pada hukum tanah adat sebelum dan sesudah berlakunya UUPA. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam hal ini jual beli tanah.

Sebelum berlakunya UUPA, jual beli tanah sering dilakukan hanya secara lisan saja, yakni penjualnya. Itu sebabnya sampai dikatakan dulu tanpa bentuk. Kemudian berkembang dengan pembuatan surat jual beli antara dua pihak. Jual beli tanah adalah perbuatan hukum menyerahkantanah hak oleh penjual kepada pembeli.

1,3. Teori penyelesaian konsensus

Perubahan lain yang terjadi misalnya dalam hal daluarsa. Dalam hukum adat daluarsa inimenyangkut tentang hak milik atas tanah. Dulu, sesuatu bidang tanah yang sudah dibuka atasizin pemangku adat atua kepala adat yang berwenang, maka setelah beberapa tahun tidakdikerjakan/ditanami kembali di tutul belukar dapat diberi peruntukan lain/baru kepada pihakyang membentuknya, akibat pengaruh lamanya waktu dan tanah itu telah kembali kepada hakulayat desa.

Dalam perjalanan waktu, apabila izin membuka tanah dan tanahnya dimaksud digunakan terus,maka pemegang hak itu tidak memerlukan izin lagi untuk menggunakan tanah secara terusmenerus makin lama seorang memanfaatkan hak/izin itu, bertambah kuat hak melekat di atasnya,sampai pada akhirnya menjadi hak milik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

2.1 Kesimpulan

Kedudukan dan peran hukum tanah adat mulai memiliki porsi yang cukup besar. Keberadaanhukum tanah adat mendapat pengakuan di dalam UUPA. Kelihatan di sini bahwa peran pemerintah atau penguasa sangat menentukan untuk menciptakan suasana yang kondusif dalam bidang pertanahan, khususnya hukum tanah adat.

Setelah berlakunya ketentuan-ketentuan UUPA, maka kewenangan berupa penguasaan tanah-tanah oleh persekutuan hukum mendapat pembatasan sedemikian rupa dari kewenangan padamasa-masa sebelumnya karena sejak saat itu segala kewenangan mengenai persoalan tanahterpusat pada kekuasaan negara, kalau demikian bagaimana kewenangan masyarakat hukum adatatas tanah yang disebut hak ulayat tersebut, apakah juga masih diakui berlakunya ataumengalami perubahan sebagaimana halnya dengan ketentuan-ketentuan hukum adat tentangtanah.

Adapun mengenai hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa ketentuan dari UUPA, antara lain :

a. Pasal 2 ayat (4), yang berbunyi: Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannyadapat dikuasakan kepada daerah-daerah swantanra dan masyarakat-masyarakat hukum adat,sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional, menurut PeraturanPemerintah.

b. Pasal 3, yang berbunyi: Dengan mengugat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat sepanjang menurutkenyataan masih ada harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan Nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi.

c. Pasal 22 ayat (1), yang berbunyi: Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan peraturan Pemerintah.

 

2.2 Saran

1. Perlindungan terhadap keberadaan hak ulayat sebaiknya lebih ditingkatkan, untuk lebihmewadahi kepentingan masyarakat adat yang memiliki hak ulayat tersebut.

2. Sebaiknya dilakukan sosialisasi yang lebih terarah kepada masyarakat mengingat adanya perubahan yang sangat mendasar dalam tata kelola hak ulayat. Adapun perubahan mendasartersebut misalnya mengenai hak ulayat itu sendiri dan jual beli tanah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Harsono, Budi. 2003. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang PokokAgraria, Isi, dan Pelaksanaannya. Edisi Revisi Cetakan Kesembilan. Jakarta: Djambatanhttp://ermanhukum.com/Makalah%20ER%20pdf/Tanah%20di%20zaman%20kemerdekaan. pdfhttp://library.usu.ac.id/download/fh/perdata-syaiful2.pdfUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Hukum Agraria

 

 

 download file lengkap di sni https://files.fm/u/7c8fz4x7d atau hubungi wa/082293614989

Tidak ada komentar:

Posting Komentar