MAKALAH
POLITIK AGRARIA
(Politik Hukum Agraria Indonesia
Mengenai Hak Ulayat Adat)
PENULIS:
Ingka Lestari IP017
BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR
BELAKANG
Pada
tanggal 24 September 1960, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang PeraturanDasar
Pokok-Pokok Hukum Agraria diundangkan. Adapun Undang-Undang Nomor 5 Tahun1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Hukum Agraria tersebut lazim disebut
denganUUPA. Untuk memperingati tanggal pengundangan UUPA tersebut, maka
berdasarkanKeputusan Presiden Tanggal 26 Agustus 1963 Nomor 169/1963, tanggal
24 Septemberditetapkan sebagai Hari Tani Nasional.
Dengan
lahirnya UUPA,maka secara total hukum Agraria Kolonial
dihapuskan.Denganhapusnya hukum Agraria Kolonial, maka erupakan sejarah baru
dan suasana baru bagirakyat Indonesia untuk dapat menikmati sepenuhnya umi,
Air, ruang angkasa dan kekayaan alamIndonesia ini, terutama kaum tani yang
selama ini menompang di atas tanahnya sendiri.Perombakan hukum agraria kolonial
itu dimaksudkan untuk merobah hukum kolonial kepadahukum nasional sesuai dengan
cita-cita nasional, khususnya para petani. Selain itu untukmenghilangkan
dualisme hukum yang berlaku serta memberikan kepastian hukum atas
hak-hakseseorang atas tanah.
Pun
demikian, dengan diundangkannya UUPA, maka politik hukum agraria yang berlaku
selamamasa penjajahan dinyatakan tidak berlaku lagi dan digantikan dengan
politik hukum agrarianasional. Adapun politik hukum agraria nasional itu
sendiri adalah kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan soal-soal agrarian
sebagaimana terdapat di dalam UUPA. Salah satu dari politik agraria nasional,
sebagaimana diatur dalam dalam Pasal 3 dan Pasal 18 UUPA, yang padaintinya
mengutamakan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan
bangsadaripada kepentingan perseorangan dan/atau golongan.
Di dalam Hukum Adat, tanah ini merupakan masalah yang sangat penting. Hubungan antaramanusia dengan tanah sangat erat, seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa tanah sebagaitempat manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya.Tanah sebagai tempat mereka berdiam, tanah yang memberi makan mereka, tanah dimanamereka dimakamkan dan menjadi tempat kediaman orang- orang halus pelindungnya besertaarwah leluhurnya, tanah dimana meresap daya - daya hidup, termasuk juga hidupnya umat dankarenanya tergantung dari padanya.
Tanah
adat merupakan milik dari masyarakat hukum adat yang telah dikuasai sejak dulu.
Kita juga bahwa telah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan
bangsa pendukungnegara yang bersangkutan, lebih-lebih yang corak agrarisnya
berdominasi. Di negara yangrakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi yang
berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat merupakan suatu
conditio sine qua non.
Untuk
mencapat tujuan itu, diperlukan campur tangan penguasa yang berkompeten dalam
urusantanah, khususnya mengenai lahirnya, berpindah dan berakhirnya hak milik
atas tanah. Dilingkungan hukum adat, campur tangan itu dilakukan oleh kepala
berbagai persekutu hukum,seperti kepala atau pengurus desa. Jadi, jika timbul
permasalahan yang berkaitan dengan tanahadat ini, maka pengurus - pengurus yang
telah ada itulah yang akan menyelesaikannya.
Dalam
hukum tanah adat ini terdapat kaedah –
kaedah hukum. Keseluruhan kaedah hukum yangtimbuh dan berkembang didalam
pergaulan hidup antar sesama manusia adalah sangat berhubungan erat tentang
pemamfaatan antar sesama manusia adalah sangat berhubung erat.
tentang
pemamfaatan sekaligus menghindarkan perselisihan dan pemamfaatan tanah sebaik-
baiknya. Hal inilah yang diatur di dalam hukum tanah adat. Dari
ketentuan-ketentuan hukumtanah ini akan timbul hak dan kewajiban yang berkaitan
erat dengan hak-hak yang ada di atastanah.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana pengaturan UUPA mengenai mengenai keberadaan hak ulayat masyarakat
adat?
2. Bagaimana teori-teori konflik pembatasan
pelaksanaan hak ulayat yang diberikan oleh UUPA?
,3.
Teori penyelesaian konsensus
BAB II
PEMBAHASAN
1.1.Kedudukan dan
Peran Hak Ulayat dalam UUPA
Dalam banyak
peraturan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia saat ini, hukum
adatatau adat istiadat yang memiliki sanksi, mulai mendapat tempat yang
sepatutnya sebagai suatu produk hukum yang nyata dalam masyarakat. Dalam banyak
kasus, hukum adat sedemikiandapat memberikan kontribusi sampai taraf tertentu
untuk menjamin kepastian hukum dankeadilan bagi masyarakat. Hukum saat ini
malahan dijadikan dasar pengambilan keputusan olehhakim, sehingga dapat
terlihat bahwa hukum adat itu efisien, efektif, aplikatif dan come intoforce
ketika dihadapkan dengan masyarakat modern dewasa ini.
Namun, kenyataan
ini tidak dengan sendirinya membuat hukum adat bebas dari permasalahandalam
penerapan, khususnya apabila kita melihat dalam bidang hukum tanah adat.Perihal
UUPA 1960, hukum adat dijadikan landasannya, sedangkan hak ulayat merupakan
salahsatu dari lembaga-lembaga hukum adat. Pasal 3 UUPA menyatakan bahwa:
Dengan mengingat
ketentuan Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itudari
masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada,
harussedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara,
yang berdasarkanatas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang atau peraturan- peraturan lain yang lebih tinggi.
Oleh karena itu,
kedudukan dan peran hukum tanah adat mulai memiliki porsi yang cukup
besar.Keberadaan hukum tanah adat mendapat pengakuan di dalam UUPA. Kelihatan
di sini bahwa peran pemerintah atau penguasa sangat menentukan untuk
menciptakan suasana yang kondusifdalam bidang pertanahan, khususnya hukum tanah
adat. Hanya saja patut diberi perhatian bahwakarena bertitik tolak dari peran
Pemerintah tersebut, maka sering kali kebijakan-kebijakan bidang pertanahan
atau agraria memilki tendensi politik dari pada dari hukumnya.
Oleh karena itu,
prinsip mendahulukan kepentingan nasional dan Negara dapat diartikan
bahwasegala kebijaksanaan bidang pertanahan tidak boleh dibiarkan merugikan
kepentinganmasyarakat. Tanah tidak diperkenankan semata-mata untuk kepentingan
pribadi atau kelompok,kegunaannya harus disesuaikan dengan keadaanya dan sifat
dari haknya sehingga bermanfaat, baik untuk kesejahteraan dan kebahagiaan yang
mempunyai, serta baik dan bermanfaat untukmasyarakat dan kepentingan negara.
Adapun untuk hak
ulayat yang pada kenyataannya sudah tidak ada lagi, tidak akan
dihidupkankembali. Pun demikian juga tidak akan diciptakan hak ulayat yang
baru. Dan dalam rangkamenegakkan hukum agraria nasional, maka tugas dan
wewenang yang merupakan unsur hakulayat, dipegang oleh Negara Republik
Indonesia.
1.2 teori-teori
penyebab konflik Pembatasan UUPA terhadap Pelaksanaan Hak Ulayat
Seperti yang telah
dijelaskan dalam konsepsi UUPA, menurut konsepsi UUPA maka tanah,sebagaimana
halnya juga dengan bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam
yangterkandung didalamnya yang ada di wilayah Republik Indonesia, adalah
karunia Tuhan YangMaha Esa pada Bangsa Indonesia yang merupakan kekayaan
nasional. Hubungan antara BangsaIndonesia dengan tanahnya dimaksud adalah suatu
hubungan yang bersifat abadi.
Dalam Pasal 5 UUPA
menyebutkan bahwa : Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air danruang angkasa
ialah Hukum Adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Nasionaldan
Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia
serta peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dengan
peraturan perundangan-undangan lainya, segala sesuatu dengan mengindahkan
unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Adanya ketentuan
yang demikian ini menimbulkan dua akibat terhadap hukum adat tentangtanah yang
berlaku dalam masyarakat Indonesia, dimana di satu pihak ketentuan
tersebutmemperluas berlakunya hukum adat tidak hanya terhadap golongan Eropa
dan Timur Asing.Hukum Adat di sini tidak hanya berlaku untuk tanah-tanah
Indonesia saja akan tetapi juga berlaku untuk tanah-tanah yang dahulunya
termasuk dalam golongan tanah Barat.
Setelah berlakunya
ketentuan tersebut di atas, maka kewenangan berupa penguasaan tanah-tanaholeh
persekutuan hukum mendapat pembatasan sedemikian rupa dari kewenangan pada
masa-masa sebelumnya karena sejak saat itu segala kewenangan mengenai persoalan
tanah terpusat pada kekuasaan negara, kalau demikian bagaimana kewenangan
masyarakat hukum adat atastanah yang disebut hak ulayat tersebut, apakah juga
masih diakui berlakunya atau mengalami perubahan sebagaimana halnya dengan
ketentuan-ketentuan hukum adat tentang tanah.
Adapun mengenai
hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa ketentuan dari UUPA, antara lain :
a. Pasal 2 ayat
(4), yang berbunyi: Hak menguasai dari Negara tersebut di atas
pelaksanaannyadapat dikuasakan kepada daerah-daerah swantanra dan
masyarakat-masyarakat hukum adat,sekedar diperlukan dan tidak bertentangan
dengan kepentingan Nasional, menurut PeraturanPemerintah.
b. Pasal 3, yang
berbunyi: Dengan mengugat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan
hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat sepanjang
menurutkenyataan masih ada harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan Nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang
lebih tinggi.
c. Pasal 22 ayat
(1), yang berbunyi: Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan
peraturan Pemerintah.
Seperti yang telah
disebutkan di atas, bahwa setelah berlakunya UUPA ini, tanah adat diIndonesia
mengalami perubahan. Maksudnya segala yang bersangkutan dengan tanah
adat,misalnya hak ulayat, tentang jual beli tanah dan sebagainya mengalami
perubahan.
Jika dulu sebelum
berlakunya UUPA, hak ulayat masih milik persekutuan hukum adat setempatyang
sudah dikuasai sejak lama dari nenek moyang mereka dahulu. Namun setelah
berlakunyaUUPA, hak ulayat masih diakui, karena hal ini dapat dilihat dari
pasal 3 UUPA, hak ulayat danhak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat
masih diakui sepanjang dalam kenyataan dimasyarakat masih ada.
Andaikata karena
terjadinya proses individualisasi, seringkali hak ulayat ini mulaimendesak,
yang memberikan pengakuan secara khusus terhadap hak – hak perorangan. Dengantumbuh dan kuatnya hak
– hak yang bersifat perorangan dalam
masyarakat hukum adatmengakibatkan menipisnya hak ulayat. Hak ulayat ini diakui
oleh Pemerintah sepanjang
kenyataanya masih
ada. Kalau sudah ada tidaklah perlu untuk membuat adanya hak ulayat baru.Hak
ulayat yang diakui dalam pasal tersebut bukanlah hak ulayat seperti dengan
masasebelumnya dengan kepentingan Nasional dan negara perbatasan dengan bahwa
hak ulayat yangdimaksud tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan
Peraturan-peraturan lainya.Selain itu, ada juga perubahan yang terjadi pada
hukum tanah adat sebelum dan sesudah berlakunya UUPA. Hal ini dapat dilihat
misalnya dalam hal ini jual beli tanah.
Sebelum berlakunya
UUPA, jual beli tanah sering dilakukan hanya secara lisan saja, yakni
penjualnya. Itu sebabnya sampai dikatakan dulu tanpa bentuk. Kemudian
berkembang dengan pembuatan surat jual beli antara dua pihak. Jual beli tanah
adalah perbuatan hukum menyerahkantanah hak oleh penjual kepada pembeli.
1,3. Teori
penyelesaian konsensus
Perubahan lain
yang terjadi misalnya dalam hal daluarsa. Dalam hukum adat daluarsa
inimenyangkut tentang hak milik atas tanah. Dulu, sesuatu bidang tanah yang
sudah dibuka atasizin pemangku adat atua kepala adat yang berwenang, maka
setelah beberapa tahun tidakdikerjakan/ditanami kembali di tutul belukar dapat
diberi peruntukan lain/baru kepada pihakyang membentuknya, akibat pengaruh
lamanya waktu dan tanah itu telah kembali kepada hakulayat desa.
Dalam perjalanan
waktu, apabila izin membuka tanah dan tanahnya dimaksud digunakan terus,maka
pemegang hak itu tidak memerlukan izin lagi untuk menggunakan tanah secara
terusmenerus makin lama seorang memanfaatkan hak/izin itu, bertambah kuat hak
melekat di atasnya,sampai pada akhirnya menjadi hak milik.
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Kedudukan dan
peran hukum tanah adat mulai memiliki porsi yang cukup besar. Keberadaanhukum
tanah adat mendapat pengakuan di dalam UUPA. Kelihatan di sini bahwa peran
pemerintah atau penguasa sangat menentukan untuk menciptakan suasana yang
kondusif dalam bidang pertanahan, khususnya hukum tanah adat.
Setelah berlakunya
ketentuan-ketentuan UUPA, maka kewenangan berupa penguasaan tanah-tanah oleh
persekutuan hukum mendapat pembatasan sedemikian rupa dari kewenangan
padamasa-masa sebelumnya karena sejak saat itu segala kewenangan mengenai
persoalan tanahterpusat pada kekuasaan negara, kalau demikian bagaimana
kewenangan masyarakat hukum adatatas tanah yang disebut hak ulayat tersebut,
apakah juga masih diakui berlakunya ataumengalami perubahan sebagaimana halnya
dengan ketentuan-ketentuan hukum adat tentangtanah.
Adapun mengenai
hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa ketentuan dari UUPA, antara lain :
a. Pasal 2 ayat (4),
yang berbunyi: Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannyadapat
dikuasakan kepada daerah-daerah swantanra dan masyarakat-masyarakat hukum
adat,sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional,
menurut PeraturanPemerintah.
b. Pasal 3, yang
berbunyi: Dengan mengugat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan
hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat sepanjang
menurutkenyataan masih ada harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan Nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang
lebih tinggi.
c. Pasal 22 ayat
(1), yang berbunyi: Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan
peraturan Pemerintah.
2.2 Saran
1. Perlindungan
terhadap keberadaan hak ulayat sebaiknya lebih ditingkatkan, untuk
lebihmewadahi kepentingan masyarakat adat yang memiliki hak ulayat tersebut.
2. Sebaiknya
dilakukan sosialisasi yang lebih terarah kepada masyarakat mengingat adanya
perubahan yang sangat mendasar dalam tata kelola hak ulayat. Adapun perubahan
mendasartersebut misalnya mengenai hak ulayat itu sendiri dan jual beli tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Harsono, Budi. 2003. Hukum Agraria Indonesia:
Sejarah Pembentukan Undang-Undang PokokAgraria, Isi, dan Pelaksanaannya. Edisi
Revisi Cetakan Kesembilan. Jakarta:
Djambatanhttp://ermanhukum.com/Makalah%20ER%20pdf/Tanah%20di%20zaman%20kemerdekaan.
pdfhttp://library.usu.ac.id/download/fh/perdata-syaiful2.pdfUndang-Undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Hukum Agraria
Tidak ada komentar:
Posting Komentar