GAYA KEPEMIMPINAN DAN MODEL KOMUNIKASI KEPEMIMPINAN SEMUA
PRESIDEN INDONESIA
NAMA : ARIAWAN SAPUTRA
NIM : C1A114294
PRODI : STUDI KEPEMERINTAHAN
STUDI
KEPEMERINTAHAN
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
HALU OLEO
KENDARI
2016
1.1.
CERITA SINGKAT PARA PRESIDEN INDONESIA
1.2. Presiden Soekarno,
Adalah bapak proklamator, seorang orator ulung
yang bisa membangkitkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia. Beliau memiliki
gaya kepemimpinan yang sangat populis, bertempramen meledak-ledak, tidak jarang
lembut dan menyukai keindahan. Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Ir.
Soekarno berorientasi pada moral dan etika ideologi yang mendasari negara atau
partai, sehingga sangat konsisten dan sangat fanatik, cocok diterapkan pada era
tersebut. Sifat kepemimpinan yang juga menonjol dan Ir. Soekarno adalah percaya
diri yang kuat, penuh daya tarik, penuh inisiatif dan inovatif serta kaya akan
ide dan gagasan baru. Sehingga pada puncak kepemimpinannya, pernah menjadi
panutan dan sumber inspirasi pergerakan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia dan
Afrika serta pergerakan melepas ketergantungan dari negara-negara Barat
(Amerika dan Eropa). Ir. Soekarno adalah pemimpin yang kharismatik, memiliki
semangat pantang menyerah dan rela berkorban demi persatuan dan kesatuan serta
kemerdekaan bangsanya. Namun berdasarkan perjalanan sejarah kepemimpinannya,
ciri kepemimpinan yang demikian ternyata mengarah pada figur sentral dan kultus
individu. Menjelang akhir kepemimpinannya terjadi tindakan politik yang sangat
bertentangan dengan UUD 1945, yaitu mengangkat Ketua MPR (S) juga. Soekarno
termasuk sebagai tokoh nasionalis dan anti-kolonialisme yang pertama, baik di
dalam negeri maupun untuk lingkup Asia, meliputi negeri-negeri seperti India,
Cina, Vietnam, dan lain-lainnya. Tokoh-tokoh nasionalis anti-kolonialisme
seperti inilah pencipta Asia pasca-kolonial. Dalam perjuangannya, mereka harus
memiliki visi kemasyarakatan dan visi tentang negara merdeka. Ini khususnya ada
dalam dasawarsa l920-an dan 1930-an pada masa kolonialisme kelihatan kokoh
secara alamiah dan legal di dunia. Prinsip politik mempersatukan elite gaya
Soekarno adalah "alle leden van de familie aan een eet-tafel" (semua
anggota keluarga duduk bersama di satu meja makan). Dia memperhatikan asal-usul
daerah, suku, golongan, dan juga parta
1.3. Presiden Soeharto
Diawali dengan Surat Perintah Sebelas Maret
(Supersemar) pada tahun 1966 kepada Letnan Jenderal Soeharto, maka Era Orde
Lama berakhir diganti dengan pemerintahan Era Orde Baru. Pada awalnya sifat-sifat
kepemimpinan yang baik dan menonjol dari Presiden Soeharto adalah
kesederhanaan, keberanian dan kemampuan dalam mengambil inisiatif dan
keputusan, tahan menderita dengan kualitas mental yang sanggup menghadapi
bahaya serta konsisten dengan segala keputusan yang ditetapkan. Gaya
Kepemimpinan Presiden Soeharto merupakan gabungan dari gaya kepemimpinan
Proaktif-Ekstraktif dengan Adaptif-Antisipatif, yaitu gaya kepemimpinan yang
mampu menangkap peluang dan melihat tantangan sebagai sesuatu yang berdampak
positif serta mempunyal visi yang jauh ke depan dan sadar akan perlunya
langkah-langkah penyesuaian. Tahun-tahun pemerintahan Suharto diwarnai dengan
praktik otoritarian di mana tentara memiliki peran dominan di dalamnya.
Kebijakan dwifungsi ABRI memberikan kesempatan kepada militer untuk berperan
dalam bidang politik di samping perannya sebagai alat pertahanan negara.
Demokrasi telah ditindas selama hampir lebih dari 30 tahun dengan
mengatasnamakan kepentingan keamanan dalam negeri dengan cara pembatasan jumlah
partai politik, penerapan sensor dan penahanan lawan-lawan politik. Sejumlah
besar kursi pada dua lembaga perwakilan rakyat di Indonesia diberikan kepada
militer, dan semua tentara serta pegawai negeri hanya dapat memberikan suara
kepada satu partai penguasa Golkar Bila melihat dari penjelasan singkat di atas
maka jelas sekali terlihat bahwa mantan Presiden Soeharto memiliki gaya
kepemimpinan yang otoriter, dominan, dan sentralistis
1.4. B.J. Habibie
Menjadi presiden bukan karena keinginannya.
Hanya karena kondisi sehingga ia jadi presiden. Orang yang cerdas tapi terlalu
lugu dalam politik. Karena ingin terlihat bagus, ia membuat blunder dalam
masalah timor timur. Sebenarnya gaya kepemimpinan Presiden Habibie adalah gaya
kepemimpinan Dedikatif-Fasilitatif, merupakan sendi dan Kepemimpinan
Demokratik. Pada masa pemerintahan B.J Habibie ini, kebebasan pers dibuka
lebar-lebar sehingga melahirkan demokratisasi yang lebih besar. Pada saat itu
pula peraturan-peraturan perundang-undangan banyak dibuat. Pertumbuhan ekonomi
cukup tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya Habiebi sangat terbuka dalam
berbicara tetapi tidak pandai dalam mendengar, akrab dalam bergaul, tetapi
tidak jarang eksplosif. Sangat detailis, suka uji coba tapi tetapi kurang tekun
dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Dalam penyelengaraan Negara Habibie pada
dasarnya seorang liberal karena kehidupan dan pendidikan yang lama di dunia
barat. Gaya komunikasinya penuh spontanitas, meletup-letup, cepat bereaksi,
tanpa mau memikirkan risikonya. Tatkala Habibie dalam situasi penuh emosional,
ia cenderung bertindak atau mengambil keputusan secara cepat. Seolah ia
kehilangan kesabaran untuk menurunkan amarahnya. Bertindak cepat, rupanya,
salah satu solusi untuk menurunkan tensinya. Karakteristik ini diilustrasikan
dengan kisah lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Habibie digambarkan sebagai
pribadi yang terbuka, namun terkesan mau menang sendiri dalam berwacana dan
alergi terhadap kritik
1.5. Abdurahman Wahid
Seorang kiai yang sangat liberal dalam
pemikirannya, penuh dengan ide, sangat tidak disiplin, dan berkepemimpinan ala
LSM. Gaya kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid adalah gaya kepemimpinan
Responsif-Akomodatif, yang berusaha untuk mengagregasikan semua kepentingan
yang beraneka ragam yang diharapkan dapat dijadikan menjadi satu kesepakatan
atau keputusan yang memihki keabsahan. Pelaksanaan dan keputusan-keputusan yang
telah ditetapkan diharapkan mampu menggerakkan partisipasi aktif para pelaksana
di lapangan, karena merasa ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan
kebijaksanaan Beliau ini awalnya memberikan banyak harapan untuk kemajuan
Indonesia. Seolah bisa menjadi figur yang bisa diterima oleh berbagai kelompok
didalam dan luar negeri. Tapi setelah menjadi presiden, bicaranya ngelantur
tidak karu-karuan. Hari ini A, besok B lusa C. Sebagai rakyat aku sendiri ikut
capai mikirin Negara di bawah Gus Dur ini. Orang seperti ini yang dianggap 1/2
wali oleh sebagian orang cukup berbahaya untuk memimpin bangsa. Beruntung MPR
melengserkannya dari kursi presiden
1.6. Megawati Soekarno Putri
Berpenampilan tenang dan tampak kurang acuh
dalam menghadapi persoalan. Tetapi dalam hal-hal tertentu megawati memiliki
determinasi dalam kepemimpinannya, misalnya mengenai persoalan di BPPN, kenaikan
harga BBM dan pemberlakuan darurat militer di Aceh Nanggroe Darussalam. Gaya
kepemimpinan megawati yang anti kekerasan itu tepat sekali untuk menghadapi
situasi bangsa yang sedang memanas. Megawati lebih menonjolkan kepemimpinan
dalam budaya ketimuran. Ia cukup lama dalam menimbang-nimbang sesuatu keputusan
yang akan diambilnya. Tetapi begitu keputusan itu diambil, tidak akan berubah
lagi. Gaya kepemimpinan seperti bukanlah suatu kelemahan. Seperti dikatakan
oleh Frans Seda: "Dia punya intuisi tajam. Sering kita berpikir, secara
logika, menganalisa fakta-fakta, menyodorkan bukti-bukti, tapi tetap saja belum
pas. Di saat itulah Mega bertindak berdasarkan intuisinya, yang oleh
orang-orang lain tidak terpikirkan sebelumnya." Cukup demokratis, tapi pribadi
Megawati dinilai tertutup dan cepat emosional. Ia alergi pada kritik.
Komunikasinya didominasi oleh keluhan dan uneg-uneg, nyaris tidak pernah
menyentuh visi misi pemerintahannya
1.7. Susilo Bambang Yudhono
Beliau ini presiden pertama yang dipilih oleh
rakyat. Orangnya mampu dan bisa menjadi presiden. Juga cukup bersih, kemajuan
ekonomi dan stabilitas negara terlihat membaik. Sayang tidak mendapat dukungan
yang kuat di Parlemen. Membuat beliau tidak leluasa mengambil keputusan karena
harus mempertimbangkan dukungannya di parlemen. Apalagi untuk mengangkat kasus
korupsi dari orang dengan back ground parpol besar, beliau keliahatan
kesulitan. Sayang sekali saat Indonesia punya orang yang tepat untuk memimpin,
parlemennya dipenuhi oleh begundal-begundal oportunis yang haus uang sogokan.
Pembawaan SBY, karena dibesarkan dalam lingkungan tentara dan ia juga berlatar
belakang tentara karir, tampak agak formal. Kaum ibu tertarik kepada SBY karena
ia santun dalam setiap penampilan dan apik pula berbusana. Penampilan semacam
ini meningkatkan citra SBY di mata masyarakat. SBY sebagai pemimpin yang mampu
mengambil keputusan kapanpun, di manapun, dan dalam kondisi apapun. Sangat jauh
dari anggapan sementara kalangan yang menyebut SBY sebagai figur peragu,
lambat, dan tidak "decisive" (tegas). Sosok yang demokratis,
menghargai perbedaan pendapat, tetapi selalu defensif terhadap kritik. Hanya
sayang, konsistensi Yudhoyono dinilai buruk. Ia dipandang sering berubah-ubah
dan membingungkan publik.
1.8. JOKOWIDODO
Gaya kepemimpinan Presiden Jokowi bisa menjadi
contoh, bagaimana sosok pemimpin yang tegas, berani dan konsisten meski Jokowi
dari orang yang terlihat sederhana. Kita bisa lihat track record ketegasan
Jokowi selama dia memimpin dari Gubernur sampai menjadi Presiden. Di antaranya
saat Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kasus dugaan korupsi dalam pembelian
bis Transjakarta, begitu ketahuan bis yang dibeli oleh Dinas Perhubungan
bermasalah, langsung Kepala Dinas diberhentikan oleh Jokowi. Selajutnya,
kebijakan lelang jabatan untuk memilih pejabat birokrasi juga menjadi contoh
yang tepat bagi konsistensi kebijakan sekaligus keberanian melakukan inovasi
memberantas korupsi. Ketika menggulirkan lelang jabatan, mulai dari lelang
Lurah, sudah muncul banyak resistensi dari birokrasi. Sedangkan saat terpilih
menjadi presiden, Jokowi telah menunjukkan ketegasannya dalam memimpin sebagai
kepala negara. Di antaranya, Jokowi dengan tegas membatalkan penetapan Budi
Gunawan sebagai kapolri karena diduga melakukan korupsi. Ditambah lagi,
memberhentikan sementara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad
karena diduga terlibat kriminal dan kini menjalani proses hukum. Selain itu,
Presiden Jokowi tanpa mencla-mencle menetapkan dan menurunkan harga BBM karena
berbagai alasan dan pertimbangan demi kepentingan bangsa Indonesia. Ditambah
lagi, yang terbaru Presiden Jokowi dengan sangat tegas memutuskan eksekusi mati
terhadap dua warga negara Australia, yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran,
pemimpin kelompok penyelundup narkoba asal Australia yang dijuluki ‘Bali Nine”,
yang kini menunggu eksekusi mati di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Soal kemandirian dan keberanian mengambil keputusan juga tidak harus
direpresentasikan oleh pemimpin yang gemar pidato dan bicara soal kemandirian.
Apa yang dilakukan oleh Jokowi dari berbagai kebijakannya di atas bisa
menunjukkan bagaimana soal independensi ditunjukkan, komitmen dan konsistensi
dalam gaya kepemimpinannya yang tegas. Dalam sistem politik yang demokratis,
pemimpin yang tegas dan berani tidak identik dengan militer. Latar belakang
militer tidak otomatis lebih berani, lebih tegas atau lebih nasionalis.
Pemimpin kuat juga tidak sama dengan pemimpin yang membuat kebijakan dan
menerobos aturan. Dalam demokrasi di mana hukum dikedepankan, sikap tegas,
berani dan konsisten justru bisa ditunjukkan dengan cara-cara yang lembut dan
santun seperti Jokowi.
3.1. GAYA
KEPEMIMPINAN PARA PRESIDEN INDONESIA
3.2.
Presiden Soekarno
Gaya
kepemimpinan presiden soekarno adalah kharismatik,Persuasif,dan
Gaya Motivatif. Dilihat dari kepemimipinannya dengan penuh percaya
diri yang kuat, penuh daya tarik, penuh inisiatif dan inovatif serta kaya akan
ide dan gagasan baru. Sehingga pada puncak kepemimpinannya, pernah menjadi
panutan dan sumber inspirasi pergerakan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia dan
Afrika serta pergerakan melepas ketergantungan dari negara-negara Barat
(Amerika dan Eropa). Ir. Soekarno adalah pemimpin yang kharismatik, memiliki
semangat pantang menyerah dan rela berkorban demi persatuan dan kesatuan serta
kemerdekaan bangsanya.
3.3.
Presiden Soeharto
Gaya kepemimpinan presiden soeharto adalah
otokratis, Inspektif dan Represif. Tahun-tahun pemerintahan Suharto
diwarnai dengan praktik otoritarian di mana tentara memiliki peran dominan di
dalamnya. Kebijakan dwifungsi ABRI memberikan kesempatan kepada militer untuk
berperan dalam bidang politik di samping perannya sebagai alat pertahanan
negara. Demokrasi telah ditindas selama hampir lebih dari 30 tahun dengan
mengatasnamakan kepentingan keamanan dalam negeri dengan cara pembatasan jumlah
partai politik.
3.4.
B.J. Habibie
Gaya kepemimpinan presiden B.J. Habibie adalah
demokratis, Partisipatif, dan Investigatif. Pada masa pemerintahan B.J Habibie ini, kebebasan pers
dibuka lebar-lebar sehingga melahirkan demokratisasi yang lebih besar. Pada
saat itu pula peraturan-peraturan perundang-undangan banyak dibuat. Pertumbuhan
ekonomi cukup tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya Habiebi sangat terbuka
dalam berbicara tetapi tidak pandai dalam mendengar, akrab dalam bergaul,
tetapi tidak jarang eksplosif. Sangat detailis, suka uji coba tapi tetapi
kurang tekun dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Dalam penyelengaraan Negara
Habibie pada dasarnya seorang liberal karena kehidupan dan pendidikan yang lama
di dunia barat
3.5.
Abdurahman Wahid
Gaya kepemimpinan presiden Abdurahman Wahid
adalah gaya kepemimpinan bebas /
laissez faire, Partisipatif, dan Naratif. Seorang
kiai yang sangat liberal dalam pemikirannya, penuh dengan ide, sangat tidak
disiplin, dan berkepemimpinan ala LSM. Gaya kepemimpinan Presiden Abdurrahman
Wahid adalah gaya kepemimpinan Responsif-Akomodatif, yang berusaha untuk
mengagregasikan semua kepentingan yang beraneka ragam yang diharapkan dapat
dijadikan menjadi satu kesepakatan atau keputusan yang memihki keabsahan.
3.6.
Megawati Soekarno Putri
Gaya kepemimpinan presiden Abdurahman Wahid
adalah gaya demokratis, Investigatif,
dan Inspektif. Gaya kepemimpinan
megawati yang anti kekerasan itu tepat sekali untuk menghadapi situasi bangsa
yang sedang memanas. Megawati lebih menonjolkan kepemimpinan dalam budaya
ketimuran. Ia cukup lama dalam menimbang-nimbang sesuatu keputusan yang akan
diambilnya. Tetapi begitu keputusan itu diambil, tidak akan berubah lagi. Gaya
kepemimpinan seperti bukanlah suatu kelemahan. Seperti dikatakan oleh Frans
Seda: "Dia punya intuisi tajam. Sering kita berpikir, secara logika,
menganalisa fakta-fakta, menyodorkan bukti-bukti, tapi tetap saja belum pas. Di
saat itulah Mega bertindak berdasarkan intuisinya, yang oleh orang-orang lain
tidak terpikirkan sebelumnya." Cukup demokratis
3.7.
Susilo Bambang Yudhono (SBY)
Gaya kepemimpinan presiden SBY adalah gaya
demokratis, Partisipatif, dan Inovatif. . Orangnya mampu dan bisa menjadi presiden. Juga cukup
bersih, kemajuan ekonomi dan stabilitas negara terlihat membaik. Sayang tidak
mendapat dukungan yang kuat di Parlemen. Membuat beliau tidak leluasa mengambil
keputusan karena harus mempertimbangkan dukungannya di parlemen. Apalagi untuk
mengangkat kasus korupsi dari orang dengan back ground parpol besar, beliau
keliahatan kesulitan. . SBY sebagai pemimpin yang mampu mengambil keputusan
kapanpun, di manapun, dan dalam kondisi apapun. Sangat jauh dari anggapan
sementara kalangan yang menyebut SBY sebagai figur peragu, lambat, dan tidak
"decisive" (tegas). Sosok yang demokratis, menghargai perbedaan
pendapat, tetapi selalu defensif terhadap kritik. Hanya sayang, konsistensi
Yudhoyono dinilai buruk. Ia dipandang sering berubah-ubah dan membingungkan
publik.
3.9. JOKOWIDODO
( JOKOWI)
Gaya kepemimpinan presiden JOKOWI adalah gaya
adalah Demokrasi, Persuasif,
Represif, Partisipatif, Inovatif, dan Edukatif. Gaya kepemimpinan Presiden Jokowi bisa menjadi contoh,
bagaimana sosok pemimpin yang tegas, berani dan konsisten meski Jokowi dari
orang yang terlihat sederhana. Kita bisa lihat track record ketegasan Jokowi
selama dia memimpin dari Gubernur sampai menjadi Presiden. Di antaranya saat
Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kasus dugaan korupsi dalam pembelian bis
Transjakarta, begitu ketahuan bis yang dibeli oleh Dinas Perhubungan
bermasalah, langsung Kepala Dinas diberhentikan oleh Jokowi. Presiden Jokowi
dengan sangat tegas memutuskan eksekusi mati terhadap dua warga negara
Australia, yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, pemimpin kelompok
penyelundup narkoba asal Australia yang dijuluki ‘Bali Nine”, yang kini
menunggu eksekusi mati di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Soal
kemandirian dan keberanian mengambil keputusan juga tidak harus
direpresentasikan oleh pemimpin yang gemar pidato dan bicara soal kemandirian.
Apa yang dilakukan oleh Jokowi dari berbagai kebijakannya di atas bisa
menunjukkan bagaimana soal independensi ditunjukkan, komitmen dan konsistensi
dalam gaya kepemimpinannya yang tegas. Dalam sistem politik yang demokratis,
pemimpin yang tegas dan berani tidak identik dengan militer. Latar belakang
militer tidak otomatis lebih berani, lebih tegas atau lebih nasionalis.
Pemimpin kuat juga tidak sama dengan pemimpin yang membuat kebijakan dan
menerobos aturan. Dalam demokrasi di mana hukum dikedepankan, sikap tegas,
berani dan konsisten justru bisa ditunjukkan dengan cara-cara yang lembut dan
santun seperti Jokowi.
4.1.
MODEL KOMUNIKASI PRESIDEN INDONESIA
4.2.
Presiden Soekarno
- LOW CONTEXT
Sebagai Presiden pertama Indonesia, Soekarno
dikenal karena pidato-pidatonya yang meledak-ledak, penuh semangat dan mampu
membakar semangat kebangsaan pemuda Indonesia, misalnya pada saat rapat besar
dilapangan IKADA tahun 1945.Seokarno juga dikenal sebagai sosok yang konsisten,
terbuka dan sangat gamblang, pola komuikasinya tergolong low kontect atau
konteks rendah dan tegas. Ia kerap berbicara apa
adanya dengan bahasa yang terang-benderang. Kalau marah ia marah, kadang
meledak-ledak. Ia tamperamental, namun memiliki sense of humor yang tinggi.
Siapa saja mampu memahami dan mudah menangkap makna setiap kata dan kalimat
yang diutarakan Soekarno.
4.3.
Presiden Soeharto
- LOW CONTEXT
Gaya komunikasi presiden Soeharto sangat kental
dengan kultur jawa: banyak kepura-puraan (impression management), tidak to the
point dan sangat santun. Komunikasi Soeharto penuh simbol, tertib, satu arah,
singkat dan tidak bertele-tele. Bicara sedikit tapi tiap katanya berbobot dan
penuh non-verbal communication. Orangnya tertutup, konsistensi cukup tinggi dan
konteks komunikasi pada umumnya konteks tinggi atau high contect. Maka wajar jika hanya orang-orang yang
sudah lama berinteraksi dengannya yang dapat memahami pola komunikasinya.
4.4.
B.J. Habibie
- LOW CONTEXT
Pengakuan Rudy Ramli benar-benar sebuah tamparan
memalukan bagi pemerintah termasuk Presiden habibie. Mengingat surat yang
disebut-sebut dibuat oleh Rudy Ramli sendiri telah dibacakan di depan sidang
kabinet. Tindakan Habibie itu mencerminkan gaya komunikasi yang penuh
spontanitas, meletup-letup, cepat bereaksi, tanpa memikirkan resiko yang
ditimbulkan.
Menurut
Muladi salah satu kelemahan Habibie adalah selalu merasa paling benar. Ia
memiliki sifat superiority complex. Dia tidak mau kalah dalam berdebat, all
out, selalu harus menang, khusus ketika terlibat dalam perdebatan. Sifat
superiority complex-nya sangat tinggi barangkali disebabkan oleh
kecerdasannya. Bayangkan
habibie lulus summa cum laude waktu kuliah di Jerman.
4.5.
Abdurahman Wahid
- HIGH CONTEXT
Pola komunikasi politik Gus Dur sangat terbuka,
demokratis tapi juga otoriter dan keras kepala. Sangat implusif, bisa tertawa
terbahak-bahak karena rasa humornya sangat tinggi, namun bisa menggebrak meja
sekerasnya di depan komunikannya. Gus Dur suka menggertak lawan. Bicara blong,
seolah tidak ada filter sama sekali. Konsistensi amat rendah, apa yang
dikatakan pagi hari, sorenya bisa dibantah sendiri. Nyaris tidak pernah
menyinggung visi-misi dalam pidato-pidatonya. Konteks komunikasinya low
context. Gus Dur orang yang sangat kontraversial, sesuatu yang serius, bagi Gus
Dur tiba-tiba jadi tidak serius.
4.6. Megawati Soekarno Putri
-
HIGH CONTEXT
Ibu Megawati tidak bisa berkomunikasi secara efektif,
lebih suka diam atau menebar senyum daripada bicara. Senyum yang hanya dia
sendiri yang mengetahui apa artinya.Pidatonya tersa hambar, suaranya
benar-benar datar, nyaris tidak ada bahasa tubuh selama pidato. Megawati
membaca kata perkata secara kaku seolah takut kedua matanya lepas dari teks
pidato didepannya. Tidak articulate, susah di ajak ngomong serius. Jika
pembicaran mengenai pekerjaan, atau negara, daya fokus Mega sangat terbatas,
konsentrasinya kurang cukup untuk terus menerus fokus ke permasalahan.
Komunikasi politiknya konteks tinggi dan kadar konsistensinya kurang.
Komunikasi politiknya didominasi oleh keluhan dan uneg-uneg, nyaris tidak
pernah menyentuh visi-misi pemerintahannya. Tanpa diragukan lagi, ia sangat
pendendam.
4.7. Susilo Bambang Yudhono
-
HIGH CONTEXT
Lebih jelas Tjipta Lesmana menjelaskan gaya komunikasi
politik SBY sebagai berikut. Ia ultra hati-hati dalam segala hal. Jadi terkesan
bimbang dan ragu-ragu. Konteks bahasa cenderung tinggi, berputar-putar.
Walaupun SBY selalu berusaha berkomunikasi dengan bahasa tubuh dan verbal yang
sempurna, kata dan kalimat diucapkan dengan jelas dan intonasinya mantap tapi
buruk dalam konsistensi, plintat-plintut dan membingungkan publik. Rasa humor
kurang, dan emosi cukup tinggi, bahkan bisa lepas kendali. Dimanapun, SBY
memperlihatkan wajah yang serius; nyaris tidak pernah tertawa, maksimal
tersenyum.
Memang terkadang SBY menggunakan bahasa low context,
tetapi secara umum bila kita analisis secara cermat, kita akan mendapatkan
kesimpulan SBY lebih sering berbicara dengan konteks tinggi. Ada dua faktor
penyababnya. Pertama, kegemarannya menggunakan analogi dalam menggambarkan
suatu permasalahan. Publik pun disuruh menginterpretasikan sendiri apa makna
analogi tersebut. Kedua, kebiasaan SBY tidak bicara to the point; yang
disampaikan hanya ”hakekat permasalahan”.
4.8. JOKOWIDODO
- HIGH CONTEXT
Presiden Jokowi memiliki gaya berbicara apa adanya. Presiden
Jokowi tidak memiliki pretense apa-apa dan apa yang diucapkan adalah yang
sesungguhnya. Pola pikir dan cara kerja otak yang lebih cepat dibandingkan
dengan mulutnya menyebabkan terkadang Presiden Jokowi tertahan. Justru
kejujuran komunikasi seperti ini yang menarik dan Presiden Jokowi tidak
menghasilkan branding dalam gaya komunikasinya. Bagi Presiden Jokowi yang
terpenting bukan omongan, namun tindakan dan perbuatan : “Kerja, kerja, kerja!”